Sunday, March 2, 2014

“MITOS” Bank Sampah vs “SISTEM” Bank Sampah

Program Bank Sampah bak angin segar di tengah problematika sampah yang kerap dihadapi oleh kebanyakan kota besar di Indonesia. Adalah “sistem bank sampah” yang kini mencuat menjadi “primadona” baru program lingkungan berkelanjutan di beberapa daerah di Indonesia. 
Sebelum “sang primadona” ditemukan dan disambut sorak sorai di atas “panggungnya” seperti saat ini, Ia telah melalui beragam dinamika (sebut saja : proses pencarian bentuk).
Ketika “sistem bank sampah”, sebagai “formula” baru dapat berjalan selaras dengan kebutuhan dan memberi nilai tambah ekonomis bagi masyarakat pelaku bank sampah, budaya “Membuang Sampah Sembarangan” pun sendirinya akan usang oleh jaman. Ia tergantikan oleh jargon “Sampah Jika Diolah, Akan Mendatangkan Berkah”.
Namun demikian, Sistem Bank Sampah masih harus dihadapkan dengan beragam “Mitos” Bank Sampah yang kerap dijumpai di masyarakat. Berikut adalah beberapa "mitos" tentang bank sampah, yang niscaya dapat terpatahkan oleh “Sistem” Bank Sampah.
***
1.   Bank Sampah adalah “bangunan” tempat penampungan sampah terpilah.
Hal ini tidak sepenuhnya benar. Ini adalah “Sistem Bank Sampah”, bukan sekedar “Bank Sampah” yang dipahami sebagai bangunan fisik.
Adanya bangunan sifatnya hanya mendukung. Jadi bukan berarti jika tidak memiliki bangunan, maka sistem bank sampah tidak bisa dijalankan. Sekali lagi, ini adalah “sistem”. Niscaya bisa berjalan meski tidak memilliki bangunan khusus untuk bank sampah.
Kuncinya adalah, dalam sistem bank sampah, warga (nasabah) telah melakukan pemilahan sampah an organik menurut jenisnya sejak dari rumah.
Ini penting, untuk memberi kemudahan (mensiasati) tidak adanya bangunan (tempat) penampungan sampah terpilah, diantaranya :
a.   Setiap selesai sampah ditimbang sesuai jenis, pada proses pengepakan/pengemasan sampah terpilah dari seluruh nasabah, pengurus tinggal memasukkannya pada glangsing besar dan pengepul tinggal mengangkut saja. Akan beda kondisinya jika sampah tidak terpilah sejak dari rumah, akan memakan tempat dan waktu, sehingga sampah akan bertumpuk dalam waktu relatif lebih lama.
b.   Tidak adanya tempat penampungan (bangunan fisik) juga terpecahkan oleh adanya pengepul dengan jadwal pengambilan rutin dan terjadwal. Sehingga, lebih cepat sampah terangkut, lebih baik.
Dengan begini, “mitos” bahwa program bank sampah bisa berjalan jika ada tempat (bangunan fisik) penampungan sampah pun, terpatahkan!
2.   Bank Sampah baru bisa berjalan jika ada lahan kosong yang luas
Ini juga “mitos” yang pemahamannya mirip dengan anggapan bahwa program bank sampah membutuhkan “bangunan fisik” sebagai bank sampah.
Nyatanya, di beberapa wilayah (di gang sempit sekalipun), bisa menerapkan “sistem bank sampah”. Solusinya yaitu dengan menutup gang sementara (hanya dalam hitungan jam saja), selama proses bank sampah berjalan.
Hal ini sangat memungkinkan, mengingat proses bank sampah kebanyakan dilakukan hanya dua kali dalam sebulan (2 minggu sekali). Dalam hitungan jam, jika sampah sudah terpilah sejak dari rumah, maka makin cepat pula sampah dapat terangkut oleh pengepul. Sampah tidak akan menumpuk terlalu lama.
Dengan begini, “mitos” bahwa program bank sampah bisa berjalan jika ada lahan kosong yang luas pun, terpatahkan!
3.   Masyarakat akan kesulitan atau “malas” memilah sampah sesuai jenis sejak dari rumah.
Awalnya, hal ini (memilah sampah) sepertinya hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki pemahaman, bahwa sampah dapat diolah jika dipilah, sehingga tidak mencemari llingkungan.
Adanya sistem bank sampah, masyarakat niscaya mendapat “dorongan” lebih untuk memilah sampah sejak dari rumah. Karena hasil (Rp) penjualan sampah akan dikembalikan pada “si pemilik sampah”, dalam bentuk tabungan.
Niscaya, nilai ekonomis yang didapat oleh “si pemilik sampah”, sebanding dengan upaya yang “hanya” semudah memasukkan sampah an organik ke wadah yang disediakan di tiap rumah. Daripada dibuang, lebih baik diolah agar jadi uang, bukan?
Dengan begini, “mitos” bahwa masyarakat akan kesulitan atau “malas” memilah sampah sesuai jenis sejak dari rumah pun, terpatahkan!
4.   Menjadi pengurus Bank Sampah adalah hal yang merepotkan
Anggapan demikian akan muncul, karena Anda belum mencoba menerapkan sistem bank sampah. Sebelum ada sistem bank sampah, masyarakat hanya mengumpulkan sampah an organik dalam kondisi tercampur. Sehingga memberatkan pengurus untuk urusan memilah sampah seluruh warga.
Di sistem bank sampah, nasabah membawa sampah sudah dalam kondisi terpilah (disendirikan menurut jenisnya). Niscaya, akan menyederhanakan tugas pengurus dari segi waktu dan tenaga. Terlebih, ada buku administrasi yang memudahkan pengurus mendata sampah yang ditabung.
“Mitos” bahwa, menjadi pengurus Bank Sampah adalah hal yang merepotkan pun, terpatahkan!
5.   Administrasi Sistem Bank Sampah sulit dipahami dan dijalankan
Sistem Bank Sampah menggunakan 3 macam buku, yaitu Buku Tabungan Nasabah, Buku Besar dan Buku Register. Ketiganya adalah bagian dari “Sistem”.
Buku Tabungan, bentuk dan isinya sama dengan bank pada umumnya, plus catatan jenis sampah apa saja yang dibawa nasabah ketika menabung. Jika Anda pernah menabung di bank, niscaya Anda akan dengan mudah mengisi Buku Tabungan Bank Sampah. Sedangkan pengisian Buku Besar, adalah tinggal memindahkan data di Buku Tabungan seluruh nasabah. Buku Register, hanyalah buku yang berisi data seluruh nasabah (Nama, Alamat, Nomor Induk, Jumlah Orang Tiap KK).
Itu saja, mudah bukan? Justru, adanya bentuk administrasi semacam ini, niscaya dapat menjaga kepercayaan antara nasabah dan pengurus.
Jadi, “mitos” bahwa, administrasi Sistem Bank Sampah sulit dipahami dan dijalankan pun, terpatahkan!
6.   Ada kekhawatiran jika sampah sudah terkumpul, lalu tidak ada yang mengambil
Pengepul sampah kering, niscaya tetap ada, terlepas ada atau tidak sistem bank sampah. Karena jual beli sampah, adalah “ladang bisnis” yang menguntungkan.
Menariknya sistem bank sampah, Ia tidak hanya memberi manfaat bagi nasabah, namun juga “keuntungan berlipat” bagi pengepul. Mengapa?
Karena dengan sistem bank sampah, akan “menyederhanakan” pekerjaan pengepul, diantaranya :
-     Sampah sudah terpilah dan sudah terkumpul (di-packing) sesuai jenis di Bank Sampah.
-     Sampah hasil pemilahan warga relatif kondisinya lebih bersih.
-     Pengepul mendapatkan sampah terpilah secara rutin, dalam skala besar pula.
Kondisi ini, niscaya menjadi “daya tarik” pengepul untuk mendapat kesempatan mengangkut sampah di wilayah yang menerapkan sistem bank sampah.
Jadi “mitos” bahwa, ada kekhawatiran jika sampah sudah terkumpul, lalu tidak ada yang mengambil pun, terpatahkan!
***
Sistem Bank Sampah, lebih pada bagaimana sampah dikelola melalui alur yang sistematis. Mulai jejaknya dari hulu sampai hilir, hingga kemanfaatannya bagi masyarakat, lingkungan dan dampak sosialnya.
Karena ini sebuah "sistem", niscaya bisa “beradaptasi” dan diterapkan secara efektif di berbagaikondisi wilayah yang beragam sekalipun.
Sistem Bank Sampah, juga menegaskan bahwa, “sampah” yang selama ini kerap dipandang sebelah mata, ternyata bisa diolah menjadi berkah.
Nyatanya, beberapa anggapan bahwa program bank sampah sulit dijalankan, semua hanyalah“mitos” belaka. Dapat terpatahkan oleh “sistem” bank sampah.
Menurut Anda, masih ada lagi kah "mitos" tentang bank sampah yang belum terpecahkan ?

Oleh :
Fajar Ramdhani
(Environment Program Team-Unilever Indonesia Foundation)

1 comment:

  1. bukan mau comment,tpi sekiranya klo diperbolehkan mau mnta data tentang persampahan kota bandung,data tentang bank sampah dikota bandung,sistem pengelolaan bank sampah di kota bandung,trims...

    ReplyDelete